Panitia kurban teranggap sebagai wakil dari shohibul kurban dan mewakilkan seperti ini dibolehkan. Namun bolehkah panitia kurban menjual hasil termasuk kulit kurban ketika sulit ditangani? Sebagian panitia ada yang punya ide untuk menukar dengan daging atau bahkan kambing untuk makan-makan panitia. Begitu juga ada yang menjual kulit tersebut untuk kepentingan masjid atau kas masjid.
Larangan Menjual Hasil Kurban Termasuk Kulit
Dalil terlarangnya hal ini adalah hadits Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْىِ وَالأَضَاحِىِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيعُوهَا
“Janganlah menjual hewan hasil sembelihan hadyu (sembelihan kurban di tanah haram) dan sembelian udh-hiyah (kurban). Tetapi makanlah, bershodaqohlah, dan gunakanlah kulitnya untuk bersenang-senang, namun jangan kamu menjualnya.” Hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).[1]
Walaupun hadits di atas dho’if, menjual hasil sembelihan kurban tetap terlarang. Alasannya, kurban disembahkan sebagai bentuk taqorrub pada Allah yaitu mendekatkan diri pada-Nya sehingga tidak boleh diperjualbelikan. Sama halnya dengan zakat. Jika harta zakat kita telah mencapai nishob (ukuran minimal dikeluarkan zakat) dan telah memenuhi haul (masa satu tahun), maka kita harus serahkan kepada orang yang berhak menerima tanpa harus menjual padanya. Jika zakat tidak boleh demikian, maka begitu pula dengan kurban karena sama-sama termasuk bentuk taqorrub pada Allah. Alasan lainnya lagi adalah kita tidak diperkenankan memberikan upah kepada jagal dari hasil sembelihan kurban sebagaimana nanti akan kami jelaskan. Lihat keterangan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379.
Dari sini, tidak tepatlah praktek sebagian kaum muslimin ketika melakukan ibadah yang satu ini dengan menjual hasil kurban termasuk yang sering terjadi adalah menjual kulit. Bahkan untuk menjual kulit terdapat hadits khusus yang melarangnya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada kurban baginya” (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adz Dzahabi mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat Ibnu ‘Ayas yang didho’ifkan oleh Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1088). Maksudnya, ibadah kurbannya tidak ada nilainya. Larangan ini ditujukan pada shohibul kurban, namun termasuk pula pada wakil shohibul kurban karena posisi wakil sama dengan posisi pemilik. Jika kita lihat prakteknya, panitia kurban adalah wakil shohibul qurban. Maka tidak boleh panitia menjual kulit tersebut.
Baca artikel Rumaysho.Com: Bolehkah Menjual Kulit Hasil Sembelihan Qurban?
Barter Kulit Kurban dengan Daging
Inilah kelakuan sebagian panitia kurban karena sulitnya memang sulit ditangani disebabkan saking banyaknya yang menumpuk. Lalu mereka memberikan jalan keluar, bagaimana jika kulit tersebut dibarter dengan daging untuk makan-makan panitia, bahkan ada yang punya inisiatif diganti dengan satu kambing lagi. Jelas yang terakhir ini yang terlihat lebih “wah”. Bagaimana hukum barter kulit dengan barang lain atau daging.
Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang kurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah). Hasil sembelihannya boleh dimakan, boleh diberikan kepada orang lain dan boleh disimpan. Aku tidak menjual sesuatu dari hasil sembelihan kurban (seperti daging atau kulitnya, pen). Barter antara hasil sembelihan kurban dengan barang lainnya termasuk jual beli.” Lihat Tanwirul ‘Ainain bi Ahkamil Adhohi wal ‘Idain, hal. 373, Syaikh Abul Hasan Musthofa bin Isma’il As Sulaimani, terbitan Maktabah Al Furqon, cetakan pertama, tahun 1421 H.
Perhatikan perkataan Imam Syafi’i yang terakhir, menukar kulit dengan barang lain (daging atau bahkan kambing), termasuk jual beli. Sedangkan sudah diulas bahwa barter hasil sembelihan kurban adalah terlarang. Maka demikian halnya dengan kulit kurban.
Solusi Penanganan Kulit Kurban
Solusi yang bisa ditawarkan adalah:
1- Semua hasil kurban termasuk kulit diserahkan pada fakir miskin, hadiah bagi orang kaya atauu sebagai bentuk ihsan pada keluarga atau rekan shohibul qurban secara cuma-cuma, alias gratis, tanpa mengharap imbalan atau barter.
2- Kulit diserahkan kepada para penadah kulit secara cuma-cuma (gratis), tanpa mengharap gantian daging atau kambing. Dengan catatan, kulit tersebut tidak diketahui akan digunakan untuk tujuan haram seperti untuk alat musik dan semacamnya.
Seandainya kulit tersebut dijual oleh fakir miskin atau oleh orang-orang yang dihadiahkan kulit, maka itu urusan mereka. Namun keuntungannya tidak boleh dikembalikan pada shohibul kurban atau panitia kurban. Wallahu Ta’ala a’lam.
Hanya Allah yang memberi hidayah dan taufik pada al haq (kebenaran).
—
Diselesaikan di Cilegon, 29 Dzulqo’dah 1434 H (05-Oct-2013)
Artikel www.rumaysho.com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat
Kunjungi tiga web kami lainnya: (1) Pesantren DarushSholihin, (2) Bisnis Pesantren di Ruwaifi.Com, (3) Belajar tentang Plastik
Salurkanlah kurban Anda lewat Pesantren Darush Sholihin untuk fakir miskin Gunungkidul tersisa kurban kambing mulai dari Rp.1,7 juta: Kurban Gunungkidul 1434 H
[1] HR. Ahmad no. 16256, 4/15. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if (lemah). Ibnu Juraij yaitu ‘Abdul Malik bin ‘Abdul ‘Aziz adalah seorang mudallis. Zubaid yaitu Ibnul Harits Al Yamiy sering meriwayatkan dengan mu’an’an. Zubaid pun tidak pernah bertemu dengan salah seorang sahabat. Sehingga hadits ini dihukumi munqothi’ (sanadnya terputus).